kindness burnout
Kindness burnout, fenomena baru di generasi muda dimana kita kelelahan secara emosional karena terus memberi empati dan kebaikan tanpa batas yang jelas.
Pernah nggak, kamu merasa capek karena selalu berusaha jadi orang baik?
Selalu menolong, memahami, menjaga perasaan orang lain — tapi di sisi lain, kamu sendiri justru kehabisan tenaga.
Dan menariknya, gejala ini paling banyak muncul di kalangan generasi muda, terutama di era media sosial yang serba tampil positif.
Apa Itu Kindness Burnout?
Kindness burnout bukan cuma soal lelah membantu orang. Ini tentang kelelahan batin karena terlalu sering menekan diri sendiri untuk terus peduli dan menyenangkan semua orang.
Dalam psikologi, istilah ini berakar dari konsep compassion fatigue — kondisi di mana seseorang terlalu sering memberi dukungan emosional hingga kehabisan energi untuk dirinya sendiri.
Menurut American Psychological Association (APA), terlalu banyak memberi empati tanpa jeda bisa membuat seseorang kehilangan koneksi emosional terhadap orang lain dan dirinya sendiri.
Kenapa Generasi Muda Rentan Mengalaminya?
- Budaya “Always Be Kind” di Media Sosial
Di era digital, kebaikan sering dikaitkan dengan validasi. Setiap tindakan baik diharapkan bisa dilihat, disukai, atau dipuji. Tapi lama-lama, tekanan untuk selalu tampak positif bisa menguras energi mental. - FOMO dalam Empati
Banyak anak muda takut dianggap egois atau “tidak peka”. Akibatnya, mereka memaksa diri untuk ikut membantu semua orang — meski sedang lelah atau tidak sanggup. - Lingkungan Toksik yang Dibungkus “Kebaikan”
Kadang, lingkungan sosial atau tempat kerja menggunakan dalih “kompak dan saling peduli” untuk menutupi budaya kerja berlebihan. Orang yang menolak dianggap tidak punya empati. - Minimnya Batas Emosional (Emotional Boundary)
Generasi digital terbiasa selalu “online”, bahkan secara emosional. Dikit-dikit ada yang curhat, dikit-dikit harus jadi pendengar. Lama-lama, ruang pribadi pun habis.
Tanda-Tanda Kamu Mengalami Kindness Burnout
- Merasa lelah secara emosional setelah membantu orang lain.
- Mulai sinis atau kesal terhadap orang yang minta bantuan.
- Kehilangan empati, bahkan untuk hal-hal yang dulu kamu pedulikan.
- Merasa bersalah kalau menolak permintaan orang lain.
- Selalu menomorsatukan orang lain tapi lupa menjaga diri sendiri.
Kalau kamu sering merasa begitu, mungkin kamu sedang mengalami kindness burnout tanpa sadar.
Dampak Kindness Burnout
Kindness burnout bisa berdampak besar, bukan cuma pada kesehatan mental tapi juga hubungan sosial:
- Menurunnya kepuasan hidup.
- Kehilangan rasa percaya diri.
- Hubungan personal menjadi tegang.
- Munculnya depresi ringan dan rasa hampa.
Ironisnya, orang yang terlalu ingin menyenangkan semua orang justru berakhir kehilangan koneksi dengan dirinya sendiri.
Cara Mengatasi Kindness Burnout
- Belajar Menetapkan Batas (Boundary)
Menolak bukan berarti jahat. Kadang, no adalah bentuk perlindungan diri yang paling sehat. - Jangan Selalu Jadi Penyelamat
Kamu nggak harus memperbaiki semua hal. Kadang, cukup hadir dan mendengarkan sudah cukup. - Jaga “Tangki Emosi” Sendiri
Kalau kamu terus memberi tapi nggak pernah mengisi ulang, kamu akan kosong.
Isi ulang dengan hal-hal yang menenangkan: jalan sendiri, journaling, atau tidur cukup. - Lepas dari Kewajiban Tampil Baik di Sosial Media
Tidak semua kebaikan harus diumumkan. Kadang, menjadi baik diam-diam jauh lebih damai. - Cari Dukungan yang Sehat
Curhat ke teman yang bisa dipercaya, atau konsultasi ke psikolog jika sudah terlalu berat.
Jadi, Apakah Salah Jadi Orang Baik?
Nggak sama sekali. Dunia tetap butuh orang baik.
Tapi yang sering terlupakan adalah: kamu juga berhak untuk lelah.
Kebaikan sejati tidak harus datang dari pengorbanan tanpa batas.
Kadang, menjadi baik juga berarti tahu kapan harus berhenti, mundur, dan menyembuhkan diri.
Karena orang baik pun butuh istirahat — supaya bisa terus baik, tapi dengan cara yang sehat. 🌿
Kesimpulan
Kindness burnout adalah sinyal bahwa empati kita butuh diatur, bukan dipadamkan.
Generasi muda yang tumbuh dalam budaya be kind all the time perlu belajar satu hal penting: kebaikan tanpa batas tidak akan menyelamatkan dunia, tapi bisa menghancurkan dirimu sendiri.
Belajarlah memberi tanpa kehilangan diri. Karena untuk benar-benar peduli pada orang lain, kamu harus mulai dari diri sendiri dulu. 💚
